Kamis, 18 Oktober 2012

unknow part 1



Dia menunggu seseorang sejak dzuhur berkumandang. Dan sekarang jam sudah menunjukan pukul 5 sore. Hujan deras mengguyur kota Cianjur membuat aktifitas shoot untuk festival film di hari itu dihentikan. Setelah menenteng tas coklatnya ia beranjak pulang. Sambil berlari ia menutup kepalanya dengan tas coklat itu menuju halte di depan sekolah. 15 menit ia menunggu angkutan kota. Resah, gelisah, takut, dan apapun itu yang membuat hatinya tak nyaman seakan bergejolak. Beberapa kali ia melirik jam tangannya, diluar angkot hujan semakin deras, yang ia lihat hanya gemerlap lampu kendaraan yang berlalu lalang menambah eloknya kota Cianjur di malam hari. Melewati kawasan Cikaret, ia melihat satu gang yang rasanya mengingatkan dirinya terhadap seseorang.
***

Rambut sebahu yang lurus itu membuatnya tampak seperti wanita berumur 18tahun.  Dengan kaos abu-abu dan sandal berwarna coklat ia berjalan sedikit membungkuk menyusuri jalan yang membawanya kepada suatu tempat yang ia rasa cukup bagus. Sampai pada tempat yang ia tuju, ia duduk bersandar pada tembok-tembok bangunan tua yang rapuh dimakan cuaca. Kemudian ia mengeluarkan sebuah benda berlensa sebagai alat yang bisa ia gunakan untuk melukiskan suatu objek.
Ada seseorang menepuk pundaknya, saat ia melirik orang itu, wajahnya berubah menjadi cerah. Ia menyampaikan perasaan hatinya saat itu lewat senyuman manisnya. Wanita yang datang itu sudah mempersiapkan diri untuk melakukan pemotretan. Begitu pula sang fotografer, segera beranjak. Setelah pemotretan selesai, mereka berjalan berdua sambil berbincang-bincang soal karir, sekolah, teman, cita-cita dan banyak hal lain. Hingga mereka sampai disalah satu caffe, keduanya menyempatkan untuk mampir sekedar melepas dahaga. Perbincangan pun dilanjutkan hingga sang fotografer semakin tertarik pada wanita itu, bukan dari sekedar keelokan wajahnya tapi dari cara ia berbicara. Sepertinya wanita itu berwawasan luas.

***
Ponsel samsungnya tak juga bordering, padahal ia benar-benar ingin dihibur saat itu. Tapi hari itu tak berpihak padanya. Jam dinding kamarnya memusat pada angka 6 saat ia membuka pintu ruangan itu. Sambil menghela nafas yang cukup panjang ia mencoba merebahkan tubuhnya diatas kasur. Seketika matanya terpejam dan bayang-bayang masalah pun mulai hilang dari hati dan fikirannya. Beruntung bulan merah sedang mendatangi kalender pribadinya. Maka ia bisa tertidur pulas tanpa takut membayar ibadah yang terlewat.
Oh dear kasian orang ini, bukankah ia tertidur ingin mengistirahatkan fikirannya dari kehidupan nyata yang cukup sesak itu. Tapi sialnya mimpinya itu malah seakan menambah rumit masalah yang dihadapinya.
Dalam mimpinya…
Hari itu hari minggu, ia sudah bersiap-siap untuk melewati hari free job, free lesson and free pain of love dengan acara sweet seven teen salah satu teman kelasnya. Acaranya diadakan disalah satu rumah makan “saung liwet” di kawasan Rawabango.
Di rumah makan itu, ada sekitar tujuh saung liwet. Ia duduk bersama tiga belas temannya di saung paling ujung yang meghadap langsung ke arah pesawahan. Sedangkan di bawah saung, terdengar sisik-sisik ikan yang riuh dari dalam kolam. Salah satu set tempat makan yang mementingkan estetika sundanis.
Ibunya temannya itu membuka acara sweet seventeen, dia dan teman-temannya kemudian memberikan kado. Semua tertawa riang dan suasana yang bahagia itu dilanjutkan dengan acara makan-makan.  Tak sampai disitu, moment yang penting ini tidak boleh dilewatkan begitu saja. Diabadikanlah acara hari minggu itu dalam satu hard memory.
Perjalan pulangnya tak menjadi last sweet moment, ia diajak seorang teman wanitanya untuk menemani menaiki motor. Namanya juga mimpi, tak disangka temannya itu membawanya ke pesisir pantai. Rasanya pantai itu pernah ia kunjungi, dengan batu-batu besar di ujung pantai yang tubruk ombak laut siang itu. Sayup angin menambah riuh keheningan pantai, sejauh mata memandang hanya nampak hamparan air biru yang tak bisa diam. Sesama mereka saling susul-menyusul dengan bentuk gelombang. Ia begitu menikmati suasana yang memanjakan matanya. Tiba-tiba kerongkongannya serasa kering, ia berjalan meninggalkan temannya untuk mencari minuman. Berhubung disana  tidak ada penjual jalanan, ia terpaksa naik ke jalan raya dan menyusuri jalanan itu. Oh dear tak terasa ia sudah memakan seperempat jam hanya untuk berjalan.
Di ujung jalan terlihat perempatan lampu merah. Cukup ramai memang, maka ia segera mempercepat langkahnya. Benar ternyata, ia menemukan salah satu caffe. Dari luar kaca caffe itu terlihat sepasang anak muda yang sedang asyik mengobrol, si wanita memegang gelas kopi dan mengaduk isinya dengan sedotan. Si pria tertawa, sepertinya terhibur dengan obrolan si wanita.
Ia mencoba masuk, seorang pelayan yang sedang membersihkan meja di dekat pintu masuk menguncapkan selamat siang dengan ramah. Kemudian mempersilahkan ia untuk duduk. Ia manut, kemudian mengeluarkan ponselnya dan mengetik pesan untuk temannya yang masih di pantai. Ia menyuruh temannya itu untuk menyusulnya di café.

***
Perbincangan siang itu sepertinya hanya didominasi oleh si Wanita. Sedangkan si pria hanya menanggapi dan menjawab seadanya. Lama-lama si wanita bosan jua, maka ia meminta si pria untuk bercerita sedikit tentang pengalamannya. Si pria berfikir, mencari kenangan yang cocok untuk dibagi kepada si wanita. Namun, si wanita terlanjur bad mood. Dan tertunduk kemudian memegang gelas dan mengaduk isinya dengan sedotan. Si pria akhirnya berhasil menemukan pengalamannya, seketika ia tertawa.  Saat ia tertawa si wanita kembali mengangkat wajahnya, dan kembali ceria. Akhirnya mereka meneruskan perbincangan itu.
Tak lama kemudian, seorang wanita datang dan langsung duduk di dekat pintu masuk. Sepasang anak muda itu melirik ke arah wanita yang baru saja datang. Si pria mengenalinya, kemudian ia langsung mengajak teman wanitanya itu untuk segera pulang. Sesampainya di pintu keluar (pintu keluar berbeda dengan pintu masuk) si pria tadi lupa membawa ponselnya. Saat ia akan kembali,  ponselnya berbunyi sangat keras, nyaris semua orang yang ada di ruang caffe itu melirik ke arah tempat duduk si pria. Sedangkan si wanita sudah di luar dan tak mengetahui kejadian itu. Si wanita berjalan pelan melewati area parkir dan menunggu angkutan kota di samping jalan.
***

Ia nampak anggun dengan balutan kerudung biru dogker yang matching dengan rok dan tas kecilnya. Setelah mengirim pesan kepada temannya, ia kembali dilanda kegelisahan. Kemudian ia ingat orang itu, dan menunggunya. Namun, ia sudah tak bisa menahan lagi jari-jari tangannya, dan ya tentu saja yang ia lakukan  adalah membuka phonebook dan mengetik sebuah nama. Kemudian tombol call ia sentuh. Tiga detik dari itu,bunyi ponsel dengan lagu I will love you dari penyanyi Jepang YUi terdengar nyaring dari tempat sepasang anak muda yang ia lihat tadi dari balik kaca caffe, kemudian ia membalikan badannya. Ia membetulkan kacamatanya, seketika hatinya berdegup kencang. Sesak  nafas mulai menyerang aktifitas metabolismenya. Wajahnya berubah menjadi pucat pasi, dan ia mencoba memanggil pria itu, namun sayang suaranya hilang. Ia mencoba melambaikan tangannya tapi tetap saja si pria seakan tak melihat dirinya. Matanya seakan-akan kabur, ia mencoba untuk berdiri, namun tak bisa. Kemudian bayang-banyang ruangan itu sedikit-sedikit mulai pudar dan gelap. Gelap yang ia lihat. Apakah mati lampu? Bukankah itu siang hari? Hari minggu saat ada acara sweet seven teen temannya? Matanya masih tertutup, ia mencoba membukanya. Saat terbangun, ia melirik layar ponselnya dan mendapatkan 4 pesan masuk.
Ia sangat senang meskipun hanya melihat nama si pengirim pesan, kemudian ia membuka ponselnya dan membaca semua pesan itu. Isinya sama, si pengirim meminta maaf karena ia tak ada pulsa untuk membalas pesan yang ia kirim tadi pagi.
Hari sudah cukup larut, ia berdiri dan merayap pada dinding, mencari stop kontak lampu kamarnya.

***