Dia
menunggu seseorang sejak dzuhur berkumandang. Dan sekarang jam sudah menunjukan
pukul 5 sore. Hujan deras mengguyur kota Cianjur membuat aktifitas shoot untuk
festival film di hari itu dihentikan. Setelah menenteng tas coklatnya ia beranjak
pulang. Sambil berlari ia menutup kepalanya dengan tas coklat itu menuju halte di
depan sekolah. 15 menit ia menunggu angkutan kota. Resah, gelisah, takut, dan
apapun itu yang membuat hatinya tak nyaman seakan bergejolak. Beberapa kali ia
melirik jam tangannya, diluar angkot hujan semakin deras, yang ia lihat hanya
gemerlap lampu kendaraan yang berlalu lalang menambah eloknya kota Cianjur di
malam hari. Melewati kawasan Cikaret, ia melihat satu gang yang rasanya
mengingatkan dirinya terhadap seseorang.
***
Rambut
sebahu yang lurus itu membuatnya tampak seperti wanita berumur 18tahun. Dengan kaos abu-abu dan sandal berwarna
coklat ia berjalan sedikit membungkuk menyusuri jalan yang membawanya kepada
suatu tempat yang ia rasa cukup bagus. Sampai pada tempat yang ia tuju, ia
duduk bersandar pada tembok-tembok bangunan tua yang rapuh dimakan cuaca.
Kemudian ia mengeluarkan sebuah benda berlensa sebagai alat yang bisa ia
gunakan untuk melukiskan suatu objek.
Ada
seseorang menepuk pundaknya, saat ia melirik orang itu, wajahnya berubah
menjadi cerah. Ia menyampaikan perasaan hatinya saat itu lewat senyuman
manisnya. Wanita yang datang itu sudah mempersiapkan diri untuk melakukan
pemotretan. Begitu pula sang fotografer, segera beranjak. Setelah pemotretan
selesai, mereka berjalan berdua sambil berbincang-bincang soal karir, sekolah,
teman, cita-cita dan banyak hal lain. Hingga mereka sampai disalah satu caffe,
keduanya menyempatkan untuk mampir sekedar melepas dahaga. Perbincangan pun
dilanjutkan hingga sang fotografer semakin tertarik pada wanita itu, bukan dari
sekedar keelokan wajahnya tapi dari cara ia berbicara. Sepertinya wanita itu
berwawasan luas.
***
Ponsel
samsungnya tak juga bordering, padahal ia benar-benar ingin dihibur saat itu. Tapi
hari itu tak berpihak padanya. Jam dinding kamarnya memusat pada angka 6 saat
ia membuka pintu ruangan itu. Sambil menghela nafas yang cukup panjang ia
mencoba merebahkan tubuhnya diatas kasur. Seketika matanya terpejam dan
bayang-bayang masalah pun mulai hilang dari hati dan fikirannya. Beruntung
bulan merah sedang mendatangi kalender pribadinya. Maka ia bisa tertidur pulas
tanpa takut membayar ibadah yang terlewat.
Oh
dear kasian orang ini, bukankah ia tertidur ingin mengistirahatkan fikirannya
dari kehidupan nyata yang cukup sesak itu. Tapi sialnya mimpinya itu malah
seakan menambah rumit masalah yang dihadapinya.
Dalam
mimpinya…
Hari
itu hari minggu, ia sudah bersiap-siap untuk melewati hari free job, free
lesson and free pain of love dengan acara sweet seven teen salah satu teman
kelasnya. Acaranya diadakan disalah satu rumah makan “saung liwet” di kawasan
Rawabango.
Di
rumah makan itu, ada sekitar tujuh saung liwet. Ia duduk bersama tiga belas
temannya di saung paling ujung yang meghadap langsung ke arah pesawahan.
Sedangkan di bawah saung, terdengar sisik-sisik ikan yang riuh dari dalam
kolam. Salah satu set tempat makan yang mementingkan estetika sundanis.
Ibunya
temannya itu membuka acara sweet seventeen, dia dan teman-temannya kemudian
memberikan kado. Semua tertawa riang dan suasana yang bahagia itu dilanjutkan
dengan acara makan-makan. Tak sampai
disitu, moment yang penting ini tidak boleh dilewatkan begitu saja.
Diabadikanlah acara hari minggu itu dalam satu hard memory.
Perjalan
pulangnya tak menjadi last sweet moment, ia diajak seorang teman wanitanya
untuk menemani menaiki motor. Namanya juga mimpi, tak disangka temannya itu
membawanya ke pesisir pantai. Rasanya pantai itu pernah ia kunjungi, dengan batu-batu
besar di ujung pantai yang tubruk ombak laut siang itu. Sayup angin menambah
riuh keheningan pantai, sejauh mata memandang hanya nampak hamparan air biru
yang tak bisa diam. Sesama mereka saling susul-menyusul dengan bentuk
gelombang. Ia begitu menikmati suasana yang memanjakan matanya. Tiba-tiba
kerongkongannya serasa kering, ia berjalan meninggalkan temannya untuk mencari
minuman. Berhubung disana tidak ada
penjual jalanan, ia terpaksa naik ke jalan raya dan menyusuri jalanan itu. Oh
dear tak terasa ia sudah memakan seperempat jam hanya untuk berjalan.
Di
ujung jalan terlihat perempatan lampu merah. Cukup ramai memang, maka ia segera
mempercepat langkahnya. Benar ternyata, ia menemukan salah satu caffe. Dari
luar kaca caffe itu terlihat sepasang anak muda yang sedang asyik mengobrol, si
wanita memegang gelas kopi dan mengaduk isinya dengan sedotan. Si pria tertawa,
sepertinya terhibur dengan obrolan si wanita.
Ia
mencoba masuk, seorang pelayan yang sedang membersihkan meja di dekat pintu
masuk menguncapkan selamat siang dengan ramah. Kemudian mempersilahkan ia untuk
duduk. Ia manut, kemudian mengeluarkan ponselnya dan mengetik pesan untuk
temannya yang masih di pantai. Ia menyuruh temannya itu untuk menyusulnya di
café.
***
Perbincangan
siang itu sepertinya hanya didominasi oleh si Wanita. Sedangkan si pria hanya
menanggapi dan menjawab seadanya. Lama-lama si wanita bosan jua, maka ia meminta
si pria untuk bercerita sedikit tentang pengalamannya. Si pria berfikir,
mencari kenangan yang cocok untuk dibagi kepada si wanita. Namun, si wanita
terlanjur bad mood. Dan tertunduk kemudian memegang gelas dan mengaduk isinya
dengan sedotan. Si pria akhirnya berhasil menemukan pengalamannya, seketika ia
tertawa. Saat ia tertawa si wanita
kembali mengangkat wajahnya, dan kembali ceria. Akhirnya mereka meneruskan
perbincangan itu.
Tak
lama kemudian, seorang wanita datang dan langsung duduk di dekat pintu masuk.
Sepasang anak muda itu melirik ke arah wanita yang baru saja datang. Si pria
mengenalinya, kemudian ia langsung mengajak teman wanitanya itu untuk segera
pulang. Sesampainya di pintu keluar (pintu keluar berbeda dengan pintu masuk)
si pria tadi lupa membawa ponselnya. Saat ia akan kembali, ponselnya berbunyi sangat keras, nyaris semua
orang yang ada di ruang caffe itu melirik ke arah tempat duduk si pria.
Sedangkan si wanita sudah di luar dan tak mengetahui kejadian itu. Si wanita berjalan
pelan melewati area parkir dan menunggu angkutan kota di samping jalan.
***
Ia
nampak anggun dengan balutan kerudung biru dogker yang matching dengan rok dan
tas kecilnya. Setelah mengirim pesan kepada temannya, ia kembali dilanda
kegelisahan. Kemudian ia ingat orang itu, dan menunggunya. Namun, ia sudah tak
bisa menahan lagi jari-jari tangannya, dan ya tentu saja yang ia lakukan adalah membuka phonebook dan mengetik sebuah
nama. Kemudian tombol call ia sentuh. Tiga detik dari itu,bunyi ponsel dengan
lagu I will love you dari penyanyi Jepang YUi terdengar nyaring dari tempat sepasang
anak muda yang ia lihat tadi dari balik kaca caffe, kemudian ia membalikan
badannya. Ia membetulkan kacamatanya, seketika hatinya berdegup kencang.
Sesak nafas mulai menyerang aktifitas
metabolismenya. Wajahnya berubah menjadi pucat pasi, dan ia mencoba memanggil
pria itu, namun sayang suaranya hilang. Ia mencoba melambaikan tangannya tapi
tetap saja si pria seakan tak melihat dirinya. Matanya seakan-akan kabur, ia mencoba
untuk berdiri, namun tak bisa. Kemudian bayang-banyang ruangan itu
sedikit-sedikit mulai pudar dan gelap. Gelap yang ia lihat. Apakah mati lampu?
Bukankah itu siang hari? Hari minggu saat ada acara sweet seven teen temannya?
Matanya masih tertutup, ia mencoba membukanya. Saat terbangun, ia melirik layar
ponselnya dan mendapatkan 4 pesan masuk.
Ia
sangat senang meskipun hanya melihat nama si pengirim pesan, kemudian ia
membuka ponselnya dan membaca semua pesan itu. Isinya sama, si pengirim meminta
maaf karena ia tak ada pulsa untuk membalas pesan yang ia kirim tadi pagi.
Hari
sudah cukup larut, ia berdiri dan merayap pada dinding, mencari stop kontak
lampu kamarnya.
***